Minggu, 17 Mei 2020

Komunikasi Antarbudaya

Komunikasi Antarbudaya

Komunikasi merupakan proses dinamis di mana orang berusaha untuk berbagi masalah internal mereka dengan orang lain melalui penggunaan simbol. (McDaniel, dkk, 2014:18).

Komunikasi manusia itu melayani segala sesuatu, komunikasi itu sangat mendasar dalam kehidupan manusia, komunikasi merupakan proses yang universal. Komunikasi merupakan pusat dari seluruh sikap, perilaku, dan tindakan yang trampil dari manusia (communication involves both attitudes and skills). Manusia tidak bisa dikatakan berinteraksi sosial kalau tidak berkomunikasi dengan cara atau melalui pertukaran informasi, ide-ide, gagasan, maksud serta emosi yang dinyatakan dalam simbol-simbol dengan orang lain.

Komunikasi manusia itu dapat dipahami sebagai interaksi antarpribadi melalui pertukaran simbol-simbol linguistik, misalnya simbol verbal dan nonverbal. (Liliweri,2013:5-6).

33

Dalam penelitian Pola Komunikasi Antarbudaya, komunikasi yang digunakan adalah Komunikasi Antarpribadi. Komunikasi interpersonal atau komunikasi antar pribadi adalah sebuah proses interaksi antara dua orang yang dilakukan secara tatap muka atau face to face atau melalui media. Karena itu, dengan kata lain, sebuah dialog atau percakapan yang terjadi antara dua orang bersifat personal, langsung, dan akrab. Komunikasi interpersonal atau komunikasi antar pribadi yang terjadi sebagian besar bergantung pada hubungan antara dua individu, kesetaraan status, lingkungan sosial budaya dimana komunikasi terjadi, dan lain sebagainya. (Suranto, 2011:3).

Joseph A.Devito menjabarkan mengenai ciri komunikasi antarpribadi yang efektif yaitu adanaya keterbukaan, empati, dukungan, rasa positif, dan kesetaraan. (Devito, 1989:4).

Budaya berkenaan dengan cara manusia hidup. Manusia belajar, berpikir, merasa, mempercayai dan mengusahakan apa yang patut menurut budayanya. Bahasa, persahabatan, kebiasaan makan, praktek komunikasi, tindakan-tindakan sosial, kegiatan-kegiatan ekonomi dan politik, dan teknologi, semua itu berdasarkan pola-pola budaya. (Mulyana,dkk, 2002:19).

Budaya ada untuk melayani kebutuhan viral dan praktis manusia untuk membentuk masyarakat juga untuk memelihara spesies, menurunkan pengetahuan dan pengalaman berharga ke generasi berikutnya, untuk menghemat biaya dan bahaya dari proses pembelajaran semuanya mulai dari kesalahan kecil selama proses coba-coba sampai kesalahan fatal. (Sowell, 2009:43).

Menurut McDaniel,dkk terdapat elemen yang membentuk budaya antara lain;

a.       Sejarah

Sejarah merupakan sebuah diagaram yang memberikan petunjuk bagaimana hidup pada masa ini. Cerita masa lalu memberikan anggota dari suatu budaya bagian sebuah budaya dari identitas, nilai, aturan, tingkah laku, dan sebagainya. Sejarah menyoroti asal suatu budaya, “memberitahukan” anggotanya apa yang dainggap penting, dan mengidentifikasi prestasi suatu budaya yang pantas untuk dibanggkan.

b.      Agama

Menurut Parkes, Laungani, dan Young dalam McDaniel,dkk semua budaya “memiliki agama yang dominan dan terorganisasi di mana aktivitas dan kepercayaan mencolok (upacara, ritual, hal-hal tabu, dan perayaan) dapat berarti dan berkuasa sebagai fungsi dasar yang dapat mempengaruhi praktik bisnis, politik, hingga tingkah laku individu (kode etik).

c.       Organisasi Sosial

Organisasi-organisasi ini (kadang merujuk pada sistem sosial atau struktur sosial) mewakili unit sosial yang beraneka ragam yang terkandung dalam budaya. Menurut Nolan dalam Mcdaniel dkk “Struktur social merefleksikan budaya kita, misalnya, apakah kita raja dan ratu atau presiden dan perdana mentri. Dalam struktur sosial, lebih lanjut, memberikan peranan pada berbagai pemain – harapan bagaimana masing-masing individu bertingkah laku, apa yang mereka wakili, dan bahkan bagaimana mereka akan berpakaia.”

d.      Bahasa

Bahasa juga merupakan elemen lain yang umum pada setiap budaya. Begitu pentingnya bahasa bagi setiap budaya membuat Haviland dan rekannya mengatakan (dalam McDaniel,dkk) “Tanpa kapasitas kita terhadap bahasa yang kompleks, budaya manusia seperti yang kita ketahui tidak aka nada.” (McDaniel,dkk, 2014:29-31)

 

Elemen budaya tersebut sangat diperlukan oleh penelitian ini dikarenakan, dengan elemen budaya tersebut peneliti dapat mengetahui bahwa komunikasi yang dilakukan oleh key informan dan informan merupakan komunikasi antarbudaya serta mengetahui kebudayaan seperti bahasa, agama, dan lainnya  dari key informan serta informan.

Budaya dan komunikasi tak dapat dipisahkan oleh karena budaya tidak hanya menentukan siapa bicara dengan siapa, tentang apa, dan bagaimana komunikasi berlangsung, tetapi budaya juga turut menentukan bagaimana orang menyandi pesan, makna yang ia miliki untuk pesan, dan kondisi-kondisinya untuk mengirim, memperhatikan dan menafsirkan pesan. (Mulyana,dkk,2010:19-20)

Komunikasi antarbudaya merupakan istilah yang mencakup arti umum dan menunjukkan pada komunikasi antara orang-orang yang mempunyai latar belakang kebudayaan yang berbeda. (Shoelhi,2015:2)

Komunikasi antarbudaya adalah komunikasi antara orang-orang yang berbeda budaya (baik dalam arti ras, etnik,atau perbedaan-perbedaan sosio ekonomi). (Mulyana,2001:236)

Komunikasi antarbudaya terjadi ketika anggota dari satu budaya tertentu memberikan pesan kepada anggota dari budaya yang lain. Lebih tepatnya, komunikasi antarbudaya melibatkan interaksi antara orang-orang yang persepsi budaya dan system simbolnya cukup berbeda dalam suatu komunikasi. (Larry, dkk, 2014:15)

 

 

Asumsi Komunikasi Antarbudaya

Asumsi sebuah komunikasi antarbudaya merupakan seperangkat pernyataan yang menggambarkan sebuah lingkungan yang valid tempat di mana komunikasi antarbudaya dapat diterapkan.

Berikut Asumsi Komunikasi Antarbudaya menurut Alo Liliweri yaitu;

1.      Perbedaan Persepsi antara Komunikator dengan Komunikan

Komunikasi, apapun bentuk dan konteksnya, selalu menampilkan perbedaan iklim antara komunikator dengan komunikan. Ini merupakan asumsi dan bahkan prinsip utama dari komunikasi, terutama komunikasi antarbudaya. Karena ada perbedaan iklim budaya tersebut maka pada umumnya perhatian teoritis atau praktis dari komunikasi selalu di fokuskan pada pesan-pesan yang menghubungkan individu atau kelompok dari dua situasi budaya yang berbeda.

Hambatan komunikasi antarbudaya acapkali tampil dalam bentuk perbedaan persepsi terhadap norma-norma budaya, pola-pola berpikir, struktur budaya, dan system budaya. Dengan kata lain, apabila kita ingin agar komunikasi budaya sukses maka hendaklah mengakui dan menerima perbedaan-perbedaan budaya sebagaimana adanya dan bukan sebagaimana yang kita kehendaki.

2.      Komunikasi Antarbudaya Mengandung Isi dan Relasi Antarpribadi

Secara alamiah proses komuniasi antarbudaya berakar dari relasi sosial antarbudaya yang menghendaki adanya interaksi sosial. Watzlawick, dkk dalam Liliweri menekankan bahwa isi (content of communication) komunikasi tidak berada dalam sebuah ruang yang terisolasi. Isi (content) dan makna (meaning) adalah dua hal yang esensial dalam membentuk relasi (realtions).

3.      Gaya Personal mempengaruhi Komunikasi Antarpribadi

Menurut Liliweri gaya komunikasi antarpribadi dapat diterangkan secara kognitif maupun sosial. Beberapa orang memiliki gaya komunikasi yang menunjukan dominasi (sok kuasa) sebaliknya orang lain mungkin memilih gaya komunikasi yang submisif. Ada orang yang bercakap-cakap dalam kehangatan namun orang lain menampakkan wajah dingin dan kurang bersahabat sehingga membuat perasaan tidak nyaman. Kadang ada orang yang bersikap otoriter namun orang lain sangat demokratis dan partisipatif serta terbuka, ada orang yang cepat bereaksi dan mendahului, namun orang lain menunggu. Pengalaman sosial dalam berkomunikasi, terutama berkomunikasi antarbudaya, dengan bermacam-macam orang dari latar belakang budaya yang berbeda akan membuat kita semakin berpengalaman, berpendapat, dan mungkin memberikan evaluasi secara kognitif tentang gaya personal maupun gaya suatu kelompok tertentu.

4.      Tujuan Komunikasi Antarbudaya: Mengurangi Tingkat Ketidakpastian

Salah satu perspektif komunikasi antarbudaya menekankan bahwa tujuan komunikasi antarbudaya adalah mengurangi tingkat ketidakpastian tentang orang lain. Seperti yang diungkapkan oleh Liliweri “Dalam perjumpaan antarpribadi, anda dan saya sering berhadapan dengan beberapa ambiguitas tentang relasi, sekurang-kurangnya dalam pertanyaan: Bagaimana perasaan dia terhadap saya? Bagaimana sikap dia terhadap saya? Apa yang saya aakan peroleh kalau saya berkomunikasi dengan dia? Pertanyaan tentang kebingungan ini “memaksa” orang untuk berkomunikasi sehingga anda merasa diri berada dalam suasana relasi yang lebih pasti, dan selanjutnya akan mengambil keputusan meneruskan atau menghentikan komunikasi tersebut’.

5.      Komunikasi Berpusat pada Kebudayaan

Berdasarkan pendapat Gatewood dalam Liliweri kita akan berhadapan dengan satu pertanyaan klasik tentang hubungan antara komunikasi dengan kebudayaan; apakah hubungan antara komunikasi dengan kebudayaan; apakah komunikasi ada dalam kebudayaan atau kebudayaan ada dalam komunikasi? Ada satu jawaban netral yang disampaikan oleh Smith (1976) dalam Liliweri bahwa: “komunikasi dan kebudayaan tidak dapat dipisahkan.” Atau Edward T. Hall mengatakan: “komunikasi adalah kebudayaan dan kebudayaan adalah komunikasi.” Dalam tema atau bagian uraian tentang kebudayaan dan komunikasi, anda mungkin akan mendapat penjelasan yang lebih rinci atas pertanyaan yang dimaksud. Sekurang-kurangnya ada dua jawaban; pertama, dalam kebudayaan ada system dan dinamika yang mengatur tata cara pertukaran simbol-simbol komunikasi; dan kedua, hanya dengan komunikasi maka pertukaran simbol-simbol dapat dilakukan, dan kebudayaan hanya akan eksis jika ada komunikasi.

6.      Tujuan Komunikasi Antarbudaya adalah Efektivitas Antarbudaya

Interaksi antarbudaya yang efektif sangat tergantung dari komunikasi antarbudaya. Konsep ini sekaligus menerangkan bahwa tujuan komunikasi antarbudaya akan tercapai (komunikasi yang sukses) bila bentuk-bentuk hubungan antarbudaya menggambarkan upaya yang sadar dari peserta komunikasi untuk memperbaharui relasi antara komunikator dengan komunikan, menciptakan dan memperbaharui sebuah manajemen komunikasi yang efektif, lahirnya semangat kesetiakawanan, persahabatan, hingga kepada berhasilnya pembagian teknologi, serta mengurangi konfilk. (Liliweri, 2013:14-22).

 

Budaya dan Individu : Identitas Budaya

Identitas merupakan hal yang sangat abstrak, dinamis, konsep bervariasi yang menjelaskan siapa Anda. Ting-Toomey dalam McDaniel dkk menganggap identitas sebagai “Konsep diri yang direfleksikan atau gambaran diri bahwa kita berasal dari keluarga, gender, budaya, etnis, dan proses sosialisasi individu. Identitas pada dasarnya merujuk pada pandangan reflektif mengenai diri kita sendiri ataupun persepsi orang lain mengenai gambran diri kita.” Setiap Individu memilki banyak identitas yaitu:

1.      Identitas Ras

Identitas rasial biasanya berhubungan dengan ciri-ciri fisik luar seperti warna kulit, tekstur rambut, penampilan wajah dan bentuk mata.

2.      Identitas Etnis

Etnisitas atau identitas etnis berasal dari warisan, sejarah, tradisi, nilai, kesamaan perilaku, asal daerah, dan bahasa yang sama.

3.      Identitas Gender

Identitas gender agak berbeda dengan identitas seks secara biologis. Gender merujuk pada bagaimana budaya tertentu membedakan peranan social feminine dan maskulin. Seperti yang dinyatakan oleh Ting-Toomey dalam McDaniel, “Identitas gender, singkatnya, merujuk pada pengertian dan interpretasi yang kita miliki yang berhubungan dengan gambaran pribadi dan gambaran lain yang diharapkan dari seorang laki-laki dan perempuan.”

4.      Identitas Nasional

Identitas nasional merujuk pada kewarganegaraan. Mayoritas orang mengasosiasikan identitas nasional mereka dengan negara di mana mereka lahir. Namun, identitas nasional juga dapat diperoleh melalui imigrasi dan naturalisasi. Mereka yang menjadi warga negara di negara yang berbeda dengan negara kelahiran mereka dapat mulai mengadopsi beberapa atau semua aspek dari identitas negara baru tersebut, tergantung dari keterikatan mereka terhadap tanah air mereka yang baru. Sebagai alternative, mereka yang tinggal secara permanen di negara lain juga dapat memiliki keterikatan yang kuat terhadap tanah air mereka.

5.      Identitas Regional

Identitas regional merupakan identitas wilayah dalam suatu negara yang berbeda dari setiap negara. Contohnya, di Amerika Serikat banyak identitas regional yang ditandai oleh garis perbatasan dan hampir semua orang bangga dengan daerahnya. Di Jepang, identitas regional ditandai oleh berbagai dialek yang berbeda.

6.      Identitas Organisasi

Dalam beberapa budaya, keanggotaan seseorang dalam organisasi dapat menjadi sumber penting identitas. Hal ini benar dalam budaya kolektif dan tidak demikian dalam budaya individualis.

7.      Identitas Pribadi

Identitas pribadi terdiri atas karakteristik yang membuat seseorang berbeda dengan orang lain di kelompoknya, karakteristik yang membuatnya unik dan bagimana seseorang medirinya sendiri. Budaya juga berperan dalam menentukan identitas pribadi.

8.      Identitas Dunia Maya dan Identitas Khayalan

Internet memungkinkan seseorang untuk memilih dan mempromosikan apa yang mereka pikirkan mengenai sisi postif dari identitas mereka dan menghilangkan sisi negative atau bahkan membentuk identitas yang baru. Identitas fantasia tau khayalan juga berkembang melintasi budaya, berpusat pada karakter dalam film fiksi ilmiah, komik, dan anime. (McDaniel,dkk 2013: 185-193)

 

 

 Unsur Komunikasi Antarbudaya

Komunikasi antarbudaya yang efektif adalah komunikasi yang dilakukan oleh komunikator dengan komunikan dalam dua arah/timbal balik (two way communication).

Terdapat beberapa unsur proses komunikasi antarbudaya yaitu:


 

a.      Komunikator

Komunikator dalam komunikasi antarbudaya adalah pihak yang memprakarsai komunikasi, artinya dia mengawali pengiriman pesan tertentu kepada pihak lain yang disebut komunikan. Dalam komunikasi antarbudaya seorang komunikator berasal dari latarbelakang kebudayaan teretntu, misalnya kebudayaan A yang berbeda dengan komunikan yang berkebudayaan B.

Komunikator A                  Komunikan B

Kebudayaan A                    Kebudayaan B

Beberapa studi tentang karakteristik komunikator yang pernah dilakukan oleh Howard Giles dan Arlene Franklyn-Stokes dalam Aloliliweri (2013:25), menunjukan bahwa karakterstik itu ditentukan antara lain oleh latar belakang etnis dan ras, faktor demografis seperti umur dan jenis kelamin, hingga ke latar belakang sistem politik. Selain faktor yang berkaitan dengan kemampuan berbahasa sebagai pendukung komunikasi misalnya kemampuan berbicara dan menulis secara baik dan benar (memilih kata, membuat kalimat), kemampuan menyatakan simbol nonverbal (bahasa isyarat tubuh), bentuk bentuk dialek dan aksen, dan lain lain.

 

b.      Komunikan

Komunikan dalam komunikasi antarbudaya adalah pihak yang menerima pesan tertentu, dia menjadi tujuan / sasaran komunikasi dari pihak lain (komunikator). Dalam komunikasi antarbudaya, seorang komunikan berasal dari latar belakang sebuah kebudayaan tertentu, misalnya kebudayaan B.

Tujuan komunikasi akan tercapai manakala komunikan “menerima” (memahami makna) pesan dari komunikator, dan memperhatikan (attention) serta menerima pesan secara menyeluruh (comprehension). Ini adalah dua aspek penting yang berkaitan dengan cara bagaimana seorang komunikator dan komunikan mencapai sukses dalam pertukaran pesan.

c.       Pesan / Simbol

Dalam proses komunikasi, pesan berisi pikiran, ide atau gagasan, perasaan yang dikirim komunikator kepada komunikan dalam bentuk simbol. Simbol adalah sesuatu yang digunakan untuk mewakili maksud tertentu, misalnya dalam kata-kata verbal yang diucapkan atau ditulis, atau simbol non verbal yang diperagakan melalui gerak-gerik tubuh / anggota tubuh, warna, artifak, gambar, pakaian dan lain-lain yang semuanya harus dipahami secara konotatif.

Dalam model komunikasi antarbudaya, pesan adalah apa yang ditekankan atau dialihkan oleh komunikator kepada komunikan. Setiap pesan sekurang-kurangnya mempunyai dua aspek utama : content dan treatment, yaitu isi dan perlakuan.

d.      Media

Dalam komunikasi antarbudaya, media merupakan tempat, saluran yang dilalui oleh pesan atau simbol yang dikirim melalui media tertulis misalnya surat, telegram, faksimili. Juga media massa (cetak) seperti majalah, surat kabar dan buku, media massa elektronik (radio, televisi, video, film, dan lain lain) akan tetapi kadang-kadang pesan-pesan itu dikirim tidak melalui media, terutama dalam komunikasi antarbudaya tatap muka.

Tatkala manusia bertatap muka (medium institusional) maka orang akan memakai bahasa isyarat tubuh dan pernyataan wajah (kita menangkap pesan itu dengan mata), lalu menangkap bunyi (suara, atau gangguan lain), dan mungkin juga meraba, menciumi bau dengan hidung atau merasakan sesuatu dengan lidah.

e.       Efek atau Umpan Balik

Umpan balik merupakan tanggapan balik dari komunikan kepada komunikator atas pesan-pesan yang telah disampaikan. Tanpa umpan balik atas pesan-pesan dalam komunikasi antarbudaya maka komunikator tidak bisa memahami ide, pikiran dan perasaan yang terkandung dalam pesan tersebut.

Dalam komuikasi tatap muka, umpan balik lebih mudah diterima. Komunikator dapat mengetahui secara langsung apakah serangkaian pesan itu dapat diterima atau tidak.

f.       Suasana (Setting dan Context)

Satu faktor yang penting dalam komunikasi antarbudaya adalah suasana yang kdang-kadang disebut setting of communication, yakni tempat (ruang, space) dan waktu (time) serta suasana (sosial, psikologis) ketika komunikasi antarbudaya berlangsung.

g.      Gangguan (Noise atau Interference)

Gangguan dalam komunikasi antarbudaya adalah segala sesuatu yang menjadi penghambat laju pesan yang ditukar antara komunikator dengan komunikan, atau paling fatal adalah mengurangi makna pesan antarbudaya. Gangguan menghambat komunikan menerima pesan dan sumber pesan. Gangguan (noise) dikatakan ada dalam satu sistem komunikasi bila dalam membuat pesan yang disampaikan berbeda dengan pesan yang diterima. Gangguan itu dapat bersumber dari unsur-unsur komunikasi, misalnya komunikator, komunikan, pesan, media/saluran yang mengurangi usaha bersama untuk memberikan makna yang sama atas pesan.

Gangguan komunikasi yang bersumber dari komunikator dan komunikan misalnya karena perbedaan status sosial dan budaya (stratifikasi sosial, jenis pekerjaan, faktor usia), latar belakang pendidikan (tinggi pendidikan) dan pengetahua (akumulasi pengetahuan terhadap tema yang dibicarakan), ketrampilan (kemampuan untuk memanipulasi pesan) berkomunikasi. Sementara gangguan yang berasal dari pesan misalnya perbedaan pemberian makna atas pesan yang disampaikan secara verbal, (sinonim, homonim, denotative dan konotatif), perbedaan tafsir atas pesan nonverbal (bahasa isyarat tubuh). Gangguan dari media / saluran karena orang salah memilih media yang tidak sesuai dengan konteks komunikasi, gangguan situasi-kondisi-suasana yang kurang mendukung terlaksananya komunikasi antarbudaya. (Liliweri,2013:25-31)

 

Bahasa dalam Komunikasi Antarbudaya

Bahasa merupakan hal yang sangat penting dalam proses komunikasi. Bahasa adalah sebuah institusi sosial yang dirancang,dimodifikasi, dan dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan kultur atau subkultur yang terus berubah. (Sihabudin,2013:77).

Bahasa merupakan sejumlah simbol yang disetujui untuk digunakan oleh sekelompok orang untuk menghasilakan arti. Hubungan antara simbol yang dipilih dan arti yang disepakati kadang berubah-ubah.

Budaya ditandai oleh sejumlah variasi bahasa lain diantaranya:

1.      Aksen

Aksen merupakan variasi dalam pelafalan yang terjadi ketika orang menggunakan bahasa yang sama. Hal ini terkadang merupakan akibat dari perbedaan geografis dan historis,

2.      Dialek

Dialek dibedakan oleh perbedaan dalam kosakata, tata bahasa, dan bahkan tanda baca. Contohnya pada bahasa Jepang yang dikenal sebagai budaya yang homogeny, memiliki banyak dialek, dan beberapa seperti aksen Kagoshima-ben dan Okinawa-ben d bagian selatan, sangat sulit dimengerti oleh orang luar.

3.      Argot

Argot merupakan kosakata khusus yang asing bagi suatu subkultur atau kelompok. Di Amerika Serikat, banyak orang yang menggunakan kosakata khusus untuk mengidentifikasi mereka sebagai kelompok dari subkultur atau kelompok tertentu, misalnya tahanan atau mereka yang terlibat dalam tindakan kriminal, kaum gay, geng jalanan, dan kelompok professional atau kelompok olahraga. Anggota dari kelompok ini menggunakan kosakata yang khusus untuk mengaburkan makna yang sebenarnya atau untuk menciptakan rasa identitas.

4.      Slang

Slang merupakan istilah-istilah yang digunakan dalam situasi yang sangat tidak formal yang berfungsi sebagai “cara untuk menandai identitas social atau linguistic.”

Slang dapat berdasarkan daerah, di asosiasikan dengan suatu subkultur atau digunakan kelompok yang terlibat dalam usaha tertentu. Contohnya adalah kata “dude” yang merupakan istilah yang digunakan oleh penduduk desa untuk mengolok-olok seseorang yang berasal dari kota. Kemudian, kata ini menjadi popular dikalangan peselancar di California Selatan dan menyebar ke populasi yang lain, di mana sekarang kata tersebut diginakan untuk memanggil orang lain.

5.      Branding

Branding merupakan penggunaan nama perusahaan atau simbol (seperti logo) untuk mengidentifikasi suatu produk atau menciptakan gambaran yang dikenal oleh semua orang. Globalisasi mengakibatkan banyaknya “merek” yang dikenal diseluruh dunia. Simbol seperti lengkungan emas McDonald, “swoosh” nike dan lainnya, dengan cepat dikenal oleh jutaan orang di seluruh dunia, tanpa memengaruhi bahasa yang mereka gunkan. (McDaniel,dkk, 2013: 271-273)

 


 

Komunikasi Verbal dan Nonverbal dalam Komunikasi Antarbudaya

Dalam berkomunikasi, akan selalu melibatkan lambang-lambang verbal dan nonverbal secara bersama-sama. Dalam banyak tindakan komunikasi, baik verbal maupun nonverbal saling melengkapi. Misalnya, ketika kita mangatakan terimakasih (verbal) maka terkadang kita juga akan melengkapinya dengan tersenyum (nonverbal). Dalam pandangan Singer sebagaimana dikutip oleh Rini Darmastuti bahwa “komunikasi antar budaya juga meliputi komunikasi verbal, nonverbal, nilai-nilai, sistem kepercayaan dan tingkah laku.(Darmastuti,2013:80)

Hanya saja, tidak jarang komunikasi verbal dan komunikasi non verbal ini menimbulkan banyak masalah dalam proses komunikasi karena perbedaan persepsi perbedaan makna.

a.      Komunikasi Verbal

Bahasa verbal adalah sarana utama untuk menyatakan pikiran, perasaan dan maksud kita. Bahasa juga dianggap sebagai suatu sistem verbal, didefinisikan sebagai seperangkat simbol, dengan aturan untuk meng-kombinasikan simbol-simbol tersebut yang digunakan dan dipahami suatu komunitas. Sebagai alat perekat dan pengikat dalam hidup bermasyarakat, bahasa dapat membantu kita menyusun struktur pengetahuan menjadi logis dan mudah diterima. Maka ketika mahasiswa Indonesia berkomunikasi dengan mahasiswa Melayu misalnya, apalagi untuk kali pertama maka akan dipastikan kesalahpahaman tidak dapat dihindarkan. Misalnya, mahasiswa asing sering mengatakan sedikit dapat berbahasa Indonesia sehingga ketika diberi pertanyaan mengenai “bahasa” mereka kerap menjawab dengan “I can speak bahasa, but a little”. Padahal pemahaman yang dimaksud bahasa adalah bahasa Melayu.

 Hal ini terjadi karena orang bule kerap menganggap bahasa Melayu dan bahasa Indonesia serupa. Beberapa kata, frase atau kalimat Malaysia yang terkadang terdengar  di Indonesia adalah lelucon, sekedar main-main, artinya memang tidak digunakan di negara itu seperti laskar tak berguna (pensiunan), hentakhentak bumi (jalan ditempat), pasukan awang-awang (angkatan udara), pasukan basah kuyup (angkatan laut) dan lain-lain. (Mulyana,2000:270:274)

b.      Komunikasi Nonverbal

Komunikasi nonverbal merupakan aktivitas multidimensi. Aspek multidimensi ini terungkap dalam fakta bahwa komunikasi non-verbal tidak terjadi sendiri, namun biasanya dengan pesan verbal. Beamer dan Varner mengungkapkan (dalam McDaniel,dkk), “Komunikasi non-verbal dipengaruhi oleh sejumlah faktor, termasuk latar belakang budaya, latar belakang social ekonomi, pendidikan, gender, usia, kecenderungan pribadi dan idiosinkrasi.” Singkatnya, tidak semua orang dalam budaya tertentu melakukan tindakan non-verbal yang sama, jadi interpretasi dari komunikasi non-verbal harus dievaluasi secara hati-hati sebelum menyimpulkannya.

Komunikasi non-verbal memiliki 5 fungsi: untuk mengulangi, melengkapi, menggantikan perilaku verbal, untuk mengatur, dan untuk menyangkal dengan suatu peristiwa komunikasi antarbudaya. Sumber utama pesan non-verbal adalah tubuh. Pesan-pesan ini dikomunikasikan dengan penampilan umum, warna kulit, pakaian, gerakan tubuh (kinesik), postur, gerakan, ekspresi wajah, kontak mata, sentuhan dan parabahasa. (McDaniel,dkk,2014:296-300)

Komunikasi non-verbal sangat mendukung dalam komunikasi antarbudaya karena biasanya terdapat hambatan dalam komunikasi verbal dengan bahasa yang berbeda antara komunikator dengan komunikan.


DAFTAR PUSTAKA

McDaniel.E , Porter.R , Samovar.L. 2014. Komunikasi Lintas Budaya. Jakarta: Salemba Humanika.


Komunikasi Antarbudaya

Komunikasi Antarbudaya Komunikasi merupakan proses dinamis di mana orang berusaha untuk berbagi masalah internal mereka dengan orang lain ...